Bukan Jadi Hambatan, PPDB Harus Mempermudah Pelajar Peroleh Akses Pendidikan

26-08-2024 / KOMISI X
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih dalam agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/8/2024). Foto : Saum/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyoroti isu sistem zonasi dalam kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Dirinya menilai sistem zonasi, yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini, membuat para pelajar kesulitan memperoleh akses pendidikan yang layak.

 

Jika dibiarkan tanpa solusi, ujarnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama Kemendikbudristek akan semakin menurun. Tidak hanya itu saja, ia khawatir pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia tidak akan terjadi.

 

"Jangan persulit anak-anak kita untuk dapat sekolah. Sistem zonasi ini saya kira harus dievaluasi supaya masalah-masalah yang terjadi pada PPDB tidak terulang terus-terusan," tutur Fikri dalam agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (25/8/2024).

 

Sebagai informasi, PPDB merupakan bagian dari Merdeka Belajar episode pertama. Pada awalnya, PPDB ini dengan tujuan untuk memudahkan para pelajar memperoleh kemudahan terhadap akses pendidikan dengan meniadakan sekolah favorit.

 

Akan tetapi, seiring implementasinya berjalan, penerapan PPDB melahirkan sejumlah persoalan, satu di antaranya akibat sistem zonasi. Sistem ini membuat sistem zonasi dalam PPDB menyebabkan sejumlah orangtua melakukan migrasi domisili dengan cara memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.

 

Perilaku yang dilakukan oleh orang tua ini menunjukkan bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Selain itu, adanya kesenjangan daya tampung sekolah yang berada di wilayah perkotaan dan wilayah daerah. Terakhir, sistem zonasi mendoronga terjadinya praktik pungli, yaitu jual beli kursi bagi pelajar titipan.

 

Deretan permasalahan ini mengakibatkan Kemendikbudristek harus mengubah peraturan menteri pendidikan dan  kebudayaan (Permendikbud) terkait PPDB sebanyak 5 (lima) kali. Perubahan tersebut mulai dari Permendikbud No.17/2017, diubah dengan Permendikbud No.14/2018, diubah dengan Permendikbud No.51/2018, diubah dengan Permendikbud No.20/2019, diubah dengan Permendikbud No.44/2019, dan terakhir diubah dengan Permendikbudristek No.1/2021. (um/rdn)

BERITA TERKAIT
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...
80 Tahun Indonesia Merdeka, Kesetaraan Akses dan Kualitas Pendidikan Masih Jadi Persoalan
14-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi pendidikan secara menyeluruh...
Komisi X Dorong Literasi Digital Masuk Kurikulum sebagai Pendidikan Karakter Anak
11-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wacana pelarangan gim Roblox bagi anak-anak oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti kembali membuka...